Ekonomi Sirkular, Model Bisnis, dan Keselamatan Lingkungan:
“Kita tidak dapat memecahkan masalah kita dengan pemikiran yang sama seperti yang kita gunakan saat menciptakannya.” (Albert Einstein).
Masalah krisis lingkungan saat ini, tidak main-main. Kondisinya cukup memprihatinkan dan perlu langkah serius dari penghuni planet bumi ini. Bila tidak diantisipasi sejak saat ini, maka dampaknya akan menimpa makhluk yang ada di muka bumi ini, termasuk manusia.
Hal ini, seperti diakui oleh PBB bahwa keadaan planet bumi memang mengerikan. Keanekaragaman hayati menurun, dengan 1 juta spesies terancam punah; gurun menyebar; hutan sedang hilang; terumbu karang sedang sekarat; emisi karbon terus meningkat, dan lautan dirusak oleh penangkapan ikan yang berlebihan dan sampah plastik (United Nations, 2020).
Untuk itu, harus ada pergeseran konsep pembangunan dan penataan lingkungan yang kita lakukan selama ini. Tepatnya, konsep lingkungan berkelanjutan harus menjadi titik tumpu semua pihak, termasuk dalam dunia bisnis. Dengan kata lain, pergeseran menuju ekonomi sirkular yang lebih efesien sumber daya telah menjadi kebutuhan di tengah tantangan keberlanjutan ekologi, ekonomi, dan sosial saat ini (De Angelis, 2021).
Alur pikir itulah yang harus menjiwai semua aspek kehidupan, termasuk sektor bisnis –yang selama ini banyak mengeksplorasi sumber daya alam. Artinya, para pelaku pembangunan harus mengedepankan konsep terkait bagaimana menjaga dan membuat sumber daya itu terus berlangsung selama mungkin. Inilah inti konsep ekonomi sirkular atau the circular economy (CE).
Berikut kita bahas selengkapnya terkait Ekonomi Sirkular, Model Bisnis, dan Keselamatan Lingkungan ini. Yuk kita kaji bareng terkait tema ini.
Ekonomi Sirkular
Ekonomi sirkular (CE) atau ekonomi melingkar, diartikan sebagai sebuah alternatif untuk kegiatan ekonomi tradisional. Di mana para pelaku ekonomi menjaga agar sumber daya yang digunakan dapat dipakai selama mungkin. Artinya, ia berusaha menggali nilai maksimum dari penggunaan, kemudian mereka memulihkan dan meregenerasi produk dan bahan pada setiap akhir umur layanan dalam proses produksinya.
Berbicara regenerasi produk dan bahan dalam lingkaran produksi, tentu tidak akan terlepas dari hasil samping yang tidak diharapkan (limbah). Inilah satu diantara sumber masalah yang harus kita cari jalan keluarnya. Terkait, dalam usaha memecahkan masalah ini, saya teringat kata-kata Albert Einstein yang terkenal, yaitu: “Kita tidak dapat memecahkan masalah kita dengan pemikiran yang sama seperti yang kita gunakan saat menciptakannya.”
Dalam bahasa (De Angelis, 2021), eksternalitas lingkungan negatif yang terkait dengan sistem produksi dan konsumsi yang boros tidak dapat diselesaikan dengan mengandalkan pemikiran linier yang sama yang menyebabkannya. Apalagi, hal itu didukung oleh alasan ekonomi yang kuat, pemikiran ekonomi sirkular telah muncul sebagai visi yang menjanjikan dan layak bergerak menuju ekonomi yang lebih hemat sumber daya dan tangguh.
Berdasarkan pola pikir itulah, kita perlu melakukan inovasi dalam menciptakan prinsip ekonomi sirkular dalam semua aspek pembangunan berkelanjutan. Pada konteks, minimisasi limbah industri misalnya, saya sudah menuliskan dalam buku Kesehatan Lingkungan, bahwa salah satu pengelolaan limbah yang mesti mendapat pertimbangan oleh pimpinan perusahaan sebelum melakukan pengolahan limbah melalui instalasi pengolahan air limbah (IPAL) adalah melakukan minimisasi limbah bagi setiap (perusahaan) penghasil limbah.
Minimisasi limbah (waste minimization) ialah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksinitas (daya racun), dan tingkat bahaya yang keluar ke lingkungan dengan jalan reduksi pada sumbernya dan atau pemanfaatan limbah tersebut menjadi sesuatu yang berguna. Penerapan ini memiliki keuntungan ganda. Selain dapat memperbaiki kualitas lingkungan karena beban limbahnya berkurang, juga akan mendapatkan keuntungan ekonomi.
Beberapa keuntungan ekonomi tersebut, antara lain: 1) Mengurangi biaya, baik untuk modal maupun operasi unit pengolahan limbah yang dilakukan pada perusahaan yang bersangkutan (on-site). 2) Mengurangi biaya pengolahan limbah dan transportasi untuk pengolahan limbah di luar perusahaan (off-site). 3) Mengurangi biaya untuk perizinan dan biaya produksi yang disebabkan oleh adanya peningkatan efesiensi. 4) Mengurangi resiko akibat tumpahan, kecelakaan, dan tanggap darurat. Dan 5) Mendapatkan tambahan keuntungan yang diperoleh dari penjualan atau pemanfaatan kembali limbah yang dihasilkan (Dinata, 2018).
Terkait keuntungan ekonomi dari penerapan CE ini, WBCSD (World Business Council for Sustainable Development) menyebutkan bahwa diperkirakan bahwa CE dapat menawarkan peluang senilai $4,5 triliun pada tahun 2030 dan beberapa bisnis mulai mengambil bagian mereka melalui pengurangan biaya, hubungan pelanggan dan karyawan yang lebih baik, peningkatan penjualan, dan mitigasi risiko yang terkait dengan model bisnis (BM) yang beroperasi linier (WBCSD, 2021).
Sungguh, beruntung bagi pengusaha yang mampu menerapkan ekonomi silkural semacam itu dalam sistem produksinya. Bentuk ekonomi sirkular ini, tentu akan berbeda-beda bentuk kegiatannya disesuaikan dengan jenis proses produksi yang dilakukan oleh perusahan tersebut.
Dalam catatan Ellen Macarthur Foundation (EMF), dengan menerapkan prinsip CE hanya dalam lima bidang utama (semen, alumunium, baja, plastik, dan makanan) dapat menghilangkan 9,3 miliar ton emisi CO2 pada tahun 2050 –yang sama dengan memotong emisi saat ini dari semua transportasi hingga nol (EMF, 2019). Untuk itu, tidak mengherankan, jika konsep CE dewasa ini telah banyak diadopsi oleh beberapa perusahaan terkemuka dan inovator kecil dari pemerintah lokal, nasional, dan supranasional.
Sebagai contoh, ada perusahaan seperti PepsiCo, Unilever, dan The Coca-Cola Company yang telah berkomitmen untuk menggunakan kemasan 100% dapat digunakan kembali, dapat didaur ulang, atau dapat dibuat kompos pada tahun 2025 (Patil, Seal and Ramakrishna, 2020). Tidak hanya itu, bahkan agenda komisi kesepakatan hijau Komisi Eropa pada tahun 2020 untuk ekonomi Eropa yang berkelanjutan (rencana aksi CE), memiliki tujuan untuk mempercepat transisi menuju CE dengan kebijakan yang memberdayakan konsumen dan mengatur timbulan limbah dan produk berkelanjutan. Yang mana aksi ini fokus pada dampak dari sektor tekstil, konstruksi, dan elektronik (WBCSD, 2020).
Keselamatan Lingkungan
Program aksi CE tersebut, sungguh merupakan angin segar bagi penggiat lingkungan. Kita berharap banyak, konsep ekonomi sirkular ini menjadi jiwa model bisnis atau the buseness model (BM) bagi perusahan-perusahan terutama yang proses produksinya tidak terlepas dari sumber daya alam.
Itulah sebuah konsep dasar dari model bisnis melingkar yang harus terus digerakkan. Konseptualisasi CE ini harus dapat dioperasionalkan sesuai dengan proses produksi perushaan masing-masing. Di sinilah tentu perlu upaya inovasi dan melakukan penelitian terhadap kemungkinan-kemungkinan yang bisa diterapkan.
Pada intinya, bagaimana setiap komponen memiliki prinsip usaha dalam melakukan penyelamatan lingkungan. Upaya keselamatan lingkungan inilah yang harus tertanam dalam setiap pimpinan dan karyawan suatu perusahaan. Dalam bahasa yang sederhana, bagaimana setiap komponen yang terlibat dalam perusahaan itu mengkonseptualisasikan model bisnis dalam ekonomi berkelanjutan.
Saat ini, tantangan lingkungan dan kesehatan manusia terlihat sekali di Asia. Asia ini merupakan wilayah yang sangat beragam dan kompleks di mana ada pengaruh megatren global terhadap kualitas lingkungan yang ada. Dalam rangka menuju kualitas lingkungan berkelanjutan, telah dindentifikasi menjadi 4 tema menyeluruh, yaitu: 1) nasib lingkungan dan risiko kontaminan kimia; 2) teknologi canggih untuk memahami dan memprediksi toksisitas dan risiko lingkungan dari kontaminan kimia; 3) masalah berbagai stresor; dan 4) keberlanjutan, keamanan pangan, dan kimia hijau (Leung et al., 2020).
Berdasarkan paparan terkait Ekonomi Sirkular, Model Bisnis, dan Keselamatan Lingkungan di atas. Akhirnya, keempat tema itulah yang harus kita cari cara bagaimana mengatasi masalah tersebut dan mencoba berinovasi terhadap kemungkinan apa saja hal-hal yang bisa dikembangkan untuk mendukung model bisnis dengan konsep ekonomi sirkular tersebut. Inilah sebuah tantangan yang harus kita jawab untuk mengatasi dan menyelamatkan lingkungan. “Kita perlu belajar bagaimana bekerja dengan alam daripada melawannya,” demikian nasihat Sir David Attenborough –seorang penyiar dan naturalis Inggris—dalam film dokumenter terbarunya Alife on Our Planet.
Arda Dinata