Food Estate, Antara Keuntungan dan Kerugian

15 Sep 2021Info Kesehatan

Beranda 9 Info Kesehatan 9 Food Estate, Antara Keuntungan dan Kerugian

Food estate ini merupakan istilah menyangkut pengembangan pangan dalam skala luas yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, dan peternakan di suatu kawasan.

Tulisan sebelumnnya telah di bahas terkait sejarah ketahan pangan (Baca disini). Lebih jauh, food estate ini merupakan konsep pengembangan produksi pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan yang berada di suatu kawasan lahan yang sangat luas.

Kalau kita kaji lebih jauh, ternyata hasil dari pengembangan food estate ini bisa menjadi pasokan ketahanan pangan nasional. Baru kondisi itu, bila berlebih bisa dilakukan ekspor.

Sejarah terlah mencatat pada 1984, Indonesia sukses dengan program swasembada beras. Produksi beras nasional, saat itu mencapai sekitar 27 juta ton. Sementara konsumsi beras dalam negeri, berada di bawah 25 juta ton. Artinya, saat itu terjadi surplus beras. Bahkan, pemerintahan orde baru mampu menyumbang 100 ribu ton beras untuk rakyat Afrika.

Atas prestasi dari program swasembada pangan tersebut, pemerintah Indonesia mendapatkan penghargaan dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) pada 1985. Namun, seiring kondisi kemarau panjang dan alih fungsi lahan pertanian di pulau Jawa, membuat produksi beras nasional merosot tajam.

Sementara itu, konsumsi produk pertanian semakin bertambah (sejalan dengan pertambahan penduduk). Dampaknya, pembukaan lahan pertanian baru sebagai solusi dan kondisi di luar pulau Jawa belum mampu mengejar kekurangan hasil produksi pertanian. Sehingga pada dekade tahun 1990-an, Indonesia terpaksa harus mengimpor beras dari negara lain.

Keuntungan dan Kerugian Food Estate

Ada empat keuntungan dari implikasi food estate ini, yaitu:

Pertama, pemerintah bisa membuka lahan tanaman pangan baru dengan lebih cepat dan meningkatkan produksi tanaman pangan. Sampai dengan tahun 2010, tercatat lahan pertanaman di Indonesia adalah seluas 7 juta hektar. Padahal, di satu sisi terjadi alih fungsi lahan pertanian mencapai 100 ribu hektare per tahun, bahkan lebih pada saat ini.

Kedua, pemerintah bisa menarik minat investor (pemodal) untuk menggerakkan kegiatan ekonomi khususnya di daerah luar jawa.

Ketiga, bisa menambah pendapatan pemerintah dan ikut meningkatkan pendapatan petani di kawasan food estate.

Keempat, meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia (jika pemerintah benar-benar bisa mengkontrol distribusi hasil pertanian).

Sementara itu, beberapa kerugian dari implikasi food estate ini adalah:

Pertama, potensi lahan yang dimiliki oleh rakyat Indonesia tidak bisa maksimal dimiliki dan dikelola secar penuh oleh petani Indonesia. Apalagi, jika mengacu kepada Undang Undang No. 25/2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) dengan berbagai turunannya yang memberikan peluang bagi investor untuk semakin menguasai sumber-sumber agraria.

Ada juga Peraturan Presiden No. 77/2007 tentang daftar bidang usaha tertutup dan terbuka disebutkan bahwa asing boleh memiliki modal maksimal 95 persen dalam budi daya padi. Peraturan ini jelas akan sangat merugikan 13 juta petani padi yang selama ini menjadi produsen pangan utama. Apalagi 77 persen dari jumlah petani padi yang ada tersebut masih merupakan petani gurem.

Kedua, jika perpres atau peraturan lain yang dihasilkan pemerintah tentang food estate ini lebih berpihak kepada pemodal daripada petani maka kemungkinan konflik seperti konflik di perkebunan besar yang ada selama ini akan terjadi juga di food estate.

Ketiga, jika peraturan yang lahir nanti memberikan kemudahan dan keluasan bagi perusahaan atau personal pemilik modal untuk mengelola food estate maka karakter pertanian dan pangan Indonesia makin bergeser dari peasant based dan family based agriculture menjadi corporate based food dan agriculture production, maka kondisi ini justru melemahkan kedaulatan pangan Indonesia.

Keempat, jika pemerintah tidak mampu mengontrol distribusi produksi hasil dari food estate maka para pemodal akan menjadi penentu harga pasar karena penentu dijual di dalam negeri atau ekspor adalah harga yang menguntungkan bagi pemodal.

Akhirnya, terlepas dari masalah food estate yang digulirkan pemerintah, semestinya perlu dimengerti bahwa permasalahan selama ini di bidang pertanian salah satunya adalah terkait masalah kepemilikan dan distribusi lahan pertanian. (Rohmansyah W. Nurindra/AD).

Print Friendly, PDF & Email

Berita Sebelumnya

Vaksinasi MPOX untuk Kelompok Resiko Tinggi: LSL dan GBMSM

Vaksinasi MPOX untuk Kelompok Resiko Tinggi: LSL dan GBMSM

Pemberian vaksin Mpox di Indonesia hanya ditujukan untuk kelompok berisiko tinggi sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) soal pemberian vaksin cacar dan Mpox. Menurut Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Prima...

Alat Kontrasepsi Hanya untuk Pasangan yang Sudah Menikah

Alat Kontrasepsi Hanya untuk Pasangan yang Sudah Menikah

Jakarta, 6 Agustus 2024 Pemerintah telah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan. Salah satunya memuat upaya pemerintah meningkatkan layanan promotif dan preventif atau mencegah masyarakat menjadi...

Tekan Konsumsi Perokok Anak Dan Remaja

Tekan Konsumsi Perokok Anak Dan Remaja

Jakarta, 2 Agustus 2024 Aturan pengendalian zat adiktif produk tembakau yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan menjadi sorotan publik. Khususnya, aturan...